Jumat, 08 Juni 2012

PETISI MANTAN ATLET LINTAS GENERASI


Dunia perbulutangkisan Indonesia saat ini tengah menangis. Tak hanya gagal merebut piala Thomas dan Uber, Indonesia juga menorehkan prestasi terburuk dengan gagal di perempat final. Pebulu tangkis tunggal putra Indonesia Taufik Hidayat risau dalam ketidakkompakkan dalam bulu tangkis Indonesia saat ini. ia menyatakan nasionalisme pebulu tangkis sekarang kurang. Mereka mengatakan siap ketika akan bertanding untuk negara. Kesiapan pemain sebenarnya bergantung pada saat pembibitan.

Menurut Kasubbid Psikologi PBSI Lilik Sudarwati, mental juara atlet pada saat pembibitan penting sekali untuk menciptakan karakter juara. Pembibitan saat ini pun masih bergantung pada klub-klub besar yang ada di Jawa. Keterbatasan akan fasilitas dan infrastruktur dijadikan alasan oleh PBSI.

Kegagalan tim Thomas dan tim Uber Indonesia beberapa waktu lalu membuat luka tersendiri bagi para mantan atlet bulu tangkis Indonesia. Karena itu, tergabung dalam Mantan Atlet Bulutangkis Nasional Lintas Generasi mereka menyampaiakan sebuah petisi kepada PB PBSI, Senin 28 Mei 2012. Liem Swie King, Rudy Hartono, dan Taufik Hidayat memimpin rekan-rekannya untuk menyatakan kekecewaan mereka atas prestasi Indonesia yang tak kunjung membaik.

Hal yang mereka soroti diantaranya mengenai kekompakan pemain, pemilihan pelatih asing, sampai penyalahgunaan wewenang di PBSI. Rudy Hartono mengatakan bahwa pertemuan ini bukan sebuah gerakan untuk mengambil alih PBSI, tetapi sebagai sebuah pengingat dan dorongan agar PBSI mau memperbaiki diri. Apalagi kegagalan bulutangkis Indonesia di kompetisi bergengsi bukan hanya satu kali ini saja. 

Inilah Tujuh Petisi Mantan Atlet Bulutangkis Nasional Lintas Generasi:
1.       Menuntut PB PBSI beranggung jawab dan melakukan eveluasi.
2.       Memperbaiki tumpang tindih (overlapping) kewenangan di tubuh PB PBSI.
3.       Fokus mempersiapkan atlet untuk Olimpiade London dengan sebaik-baiknya.
4.       Meninjau ulang keberadaan pelatih asing di Pelatnas.
5.       Menghimbau PBSI Provinsi untuk segera menyiapkan figur ketua umum PB PBSI yang kreatif.
6.       Menghimbau Dewan Pengawas lebih aktif mengkritisi PBSI Pusat dan PBSI Daerah.
7.       Menghimbau Bapak Presiden, Pemerintah, dan Komisi X DPR untuk lebih memperhatikan bulutangkis.

Semoga petisi ini bisa dijalankan dengan baik, dan dapat membawa Bulu Tangkis INDONESIA kea rah yang lebih membanggakan.

SEJARAH TERBURUK INDONESIA DALAM BULUTANGKIS


Indonesia mencatat sejarah terburuk dalam penampilannya di piala Thomas. Untuk pertama kalinya dalam sejarah sejak Thomas Cup digelar pertama kali pada 1948, Indonesia yang pernah 13 kali juara dan 5 kali runner-up harus pulang lebih awal. Dengan koleksi gelar itu, Indonesia masih unggul lima kali dari tuan rumah China yang baru mengoleksi delapan gelar saja. Prestasi terburuk tim Thomas sebelumnya ialah tersinggir empat kali sebagai semifinalis pada 1990, 2004, 2006, dan 2008.

Tim Jepang lah yang menyingkirkan Simon Santoso dkk dengan skor 2-3. Dionysius Hayom Rumbaka yang turun sebagai pemain terakhir gagal mempersembahkan poin setelah tunduk 14-21, 19-21 kepada Takuma Ueda dalam waktu 52 menit. Hayom pun meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia, karena ia tidak dapat meloloskan Indonesia ke semifinal. Manajer Tim Thomas-Uber Indonesia M. Feriansyah juga meminta maaf atas kelalahan Indonesia kali ini.

Mantan juara dunia tunggal putra Joko Suprianto menegaskan, kegagalan Indonesia di pentas Thomas-Uber Cup 2012 sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pengurus Besar Persatuan Bulu Tangkis Indonesia (PB PBSI). Pemain tidak bisa disalahkan karena mereka merupakan produk dari sebuah kepengurusan. Joko mengungkapkan salah satu kesalahan PB PBSI ialah membiarkan banyaknya pemain titipan. Padalah kualitas para pemain titipan tersebut meragukan. Hal-hal seperti itu harus dipangkas. PBSI harus objektif dalam membina pemain. Pemerintah juga diharapkan membantu dengan membuat training camp di berbagai daerah dan memiliki fasilitas yang layak.

Kalau Joko menuding PBSI yang bertanggung jawab, Ketua Umum PB PBSI Djoko Santoso justru menilai para pemain kurang agresif. Terkait dengan hasil yang mengecewakan itu, Djoko menegaskan akan mengeveluasi permainan tim secara keseluruhan. Berbeda dengan mantan atlet ganda putra Sigit Buadiarto, ia tidak ingin menyalahkan siapa-siapa kendati menyoroti lambatnya regenerasi dan kurangnya persiapan pemain sebagai faktor kekalahan.

Sejarah buruk bulu tangkis kali ini menjadi penegas bahwa kita memang tengah dibelit krisis, yakni krisis kepemimpinan dan regenerasi. Celakanya, para pemangku kepentingan bulu tangkis, termasuk Menteri Pemuda dan Olahraga, seperti tidak mengetahui, atau pura-pura tidak tahu, keadaan krisis  tersebut.
Mereka bekerja seperti biasa, seolah-olah tidak sedang terjadi apa-apa di bulu tangkis kita. Regenerasi pemain tidak dipersiapkan secara serius, bahkan kompetisi di berbagai daerah berlangsung tanpa greget. Alih-alih mengevaluasi mengapa kekalahan terburuk itu bisa terjadi, pucuk pimpinan bulu tangkis malah menyahkan pemain dengan menyebut mereka bertanding kurang motivasi.